Lokasi Ziarah Makam Kangjeng Sunan Ampel

Lokasi ziarah makam Sunan Ampel - pada masa kecilnya bernama Raden Rahmat, dan diperkirakan lahir pada tahun 1401 di Champa. Ada dua pendapat tentang lokasi Champa ini. 


Lokasi ziarah makam Sunan Ampel

Lokasi ziarah makam Sunan Ampel

Obyek wisata religi - Encyclopedia Van Nederlandesh Indie mengatakan bahwa Champa adalah satu negeri kecil yang berada di Kamboja. Pendapat lain, Raffles berpendapat bahwa Champa berada di Aceh yang kini bernama Jeumpa. Menurut bebagai sumber, orang tua Sunan Ampel yaitu Ibrahim Asamarkandi yang berasal dari Champa dan beliau menjadi raja di sana. Ibrahim Asamarkandi disebut juga dengan sebutan Maulana Malik Ibrahim. Ia dan adiknya, Maulana Ishaq adalah anak dari Syekh Jumadil Qubro. Ketiganya berasal dari negri Samarkand, Uzbekistan, Asia Tengah.

Silsilah
  • Sunan Ampel @ Raden Rahmat @ Sayyid Ahmad Rahmatillah bin
  • Maulana Malik Ibrahim @ Ibrahim Asmoro bin
  • Syaikh Jumadil Qubro @ Jamaluddin Akbar Khan bin
  • Ahmad Jalaludin Khan bin
  • Abdullah Khan bin
  • Abdul Malik Al-Muhajir (Nasrabad,India) bin
  • Alawi Ammil Faqih (Hadhramaut) bin
  • Muhammad Sohib Mirbath (Hadhramaut)
  • Ali Kholi’ Qosam bin
  • Alawi Ats-Tsani bin
  • Muhammad Sohibus Saumi’ah bin
  • Alawi Awwal bin
  • Ubaidullah bin
  • Ahmad al-Muhajir bin
  • Isa Ar-Rumi bin
  • Muhammad An-Naqib bin
  • Ali Uraidhi bin
  • Ja’far ash-Shadiq bin
  • Muhammad al-Baqir bin
  • Ali Zainal Abidin bin
  • Imam Husain bin
  • Ali bin Abi Thalib dan Fatimah az-Zahra bin Muhammad
Jadi, Sunan Ampel mempunyai darah Uzbekistan dan Champa dari sebelah ibu. Namun dari ayah leluhur mereka yaitu keturunan langsung dari Ahmad al-Muhajir, Hadhramaut. Bermakna mereka termasuk keluarga besar Saadah BaAlawi.

Sejarah dakwah

Wisata sejarah wali songo - Syekh Jumadil Qubro, dan kedua anaknya, Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishak bersama sama melancong ke pulau Jawa. Sesudah itu mereka berpisah, Syekh Jumadil Qubro tetap di pulau Jawa, Maulana Malik Ibrahim ke Champa, Vietnam Selatan, dan adiknya Maulana Ishak mengislamkan di daerah Samudra Pasai.

Di Kerajaan Champa, Maulana Malik Ibrahim berhasil mengislamkan Raja Champa, yang pada akhirnya merubah Kerajaan Champa menjadi Kerajaan Islam. Akhirnya dia Maulana Malik Ibrahim dijodohkan dengan putri Champa, dan melahirkan Raden Rahmat. Di kemudian hari Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa tanpa disertai keluarganya. Sunan Ampel datang ke pulau Jawa pada tahun 1443, untuk menemui bibinya, Dwarawati. Dwarawati adalah seorang putri Champa juga yang menikah dengan raja Majapahit yang bernama Prabu Kertawijaya.

Sunan Ampel menikah dengan Nyai Ageng Manila, putri seorang adipati di Tuban yang bernama Arya Teja. Mereka dikaruniai 4 orang anak, yaitu: Putri Nyai Ageng Maloka, Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat) dan Syarifah, yang merupakan ibu dari Sunan Kudus.
Pada tahun 1479, Sunan Ampel mendirikan Mesjid Agung Demak.
Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 di Demak dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.

1. Asal usul SUNAN AMPEL

Tahukah saudara dengan daerah Bukhara? Bukhara terletak di Samarqand. Sejak dahulu daerah Samarqand sangat populer sebagai daerah Islam yang melahirkan ulama-ulama besar seperti Imam Bukhari yang mashur sebagai pewaris hadist shahih. Disamarqand tersebut ada seorang ulama besar bernama Syekh Jamalluddin Jumadil Kubra, seorang Ahlussunnah bermazhab syafi’i, beliau memiliki seorang putera bernama Ibrahim, dan karena berasal dari samarqand maka Ibrahim kemudian mendapatkan tambahan nama Samarqandi. Orang jawa sukar mengatakan Samarqandi maka merekapun hanya bisa menyebutnya sebagai Syekh Ibrahim Asmarakandi.

Syekh Ibrahim Asamarkandi tersebut diperintah oleh ayahnya yaitu Syekh Jamalluddin Jumadil Kubra untuk berdakwah ke negara-negara Asia. Perintah inilah yang dijalankan dan lalu beliau diambil menantu oleh Raja Cempa, dijodohkan dengan puteri Raja Cempa yang bernama Dewi Candrawulan.

Negeri Cempa ini menurut sebagian ahli sejarah berada di Muangthai. Dari perkawinan dengan Dewi Candrawulan maka Syekh Ibrahim Asmarakandi mendapat dua orang putera yaitu Sayyid Ali Rahmatullah dan Sayyid Ali Murtadho. Sedangkan adik Dewi Candrawulan yang bernama Dewi Dwarawati diperisteri oleh Prabu Brawijaya Majapahit. Dengan demikian keduanya adalah keponakan Ratu Majapahit dan juga termasuk putera bangsawan atau pangeran kerajaan. Para pangeran atau bangsawan kerajaan pada waktu itu mendapatkan gelar Rahadian yang artinya Tuanku, dalam proses selanjutnya sebutan ini cukup dipersingkat dengan Raden.

Raja Majapahit sangat senang mempersunting isteri dari negeri Cempa yang wajahnya dan kepribadiannya sangat menawan hati. Sehingga isteri-isteri yang lainnya diceraikan, banyak yang diberikan kepada para adipatinya yang tersebar di seluruh Nusantara. Salah satunya adalah isteri yang bernama Dewi Kian, seorang puteri Cina yang ditikahkan kepada Adipati Ario Damar di Palembang.

Ketika Dewi Kian diceraikan dan diberikan kepada Ario Damar saat itu sedang hamil tiga bulan. Ario Damar menggauli puteri Cina itu sampai si jabang bayi terlahir kedunia. Bayi yang lahir dari Dewi Kian itulah yang nantinya bernama Raden Hasan atau lebih dikenal dengan nama “ Raden Patah “, salah satu seorang dari murid Sunan Ampel yang menjadi Raja di Demak Bintoro.

Kerajaan Majapahit sesudah ditinggalkan Mahapatih Gajah Mada dan Prabu Hayam Wuruk mengalami kemunduran sangat Drastis. Kerajaan terpecah belah sebab terjadinya perang saudara. Dan para adipati banyak yang tidak loyal dengan keturunan Prabu Hayam Wuruk yaitu Prabu Brawijaya Kertabumi.

Pajak dan upeti kerajaan tak sampai ke istana Majapahit. Lebih sering dinikmati oleh para adipati itu sendiri. Hal tersebut menjadikan sang Prabu bersedih hati. Lebih-lebih lagi dengan adanya kebiasaan buruk kaum bangsawan dan para pangeran yang suka berpesta pora dan juga seneng bermain judi serta mabuk-mabukan. Prabu Brawijaya sadar betul kalau kebiasaan semacam ini diteruskan negara/kerjaan akan menjadi lemah dan juga kalau kerajaan sudah kehilangan kekuasaan betapa mudahnya bagi musuh untuk menghancurkan Majapahit Raya.

Ratu Dwarawati, yaitu isteri Prabu Brawijaya sangat faham dengan kerisauan hati suaminya. Dengan memberanikan diri pada akhirnya dia mengajukan pendapat kepada suaminya. Saya memiliki seorang keponakan yang ahli mendidik dalam hal menanggulangi kemerosotan budi pekerti, kata Ratu Dwarawati.

Betulkah? Tanya sang Prabu . Ya, namanya Sayyid Ali Rahmatullah, putera dari kanda Dewi Candrawulan di negeri Cempa. Kalau kanda berkenan saya akan meminta Ramanda Prabu di Cempa untuk mendatangkan Ali Rahmatullah ke Majapahit ini.

Tentu saja aku merasa senang kalau Rama Prabu di Cempa Berkenan mengirimkan Sayyid Ali Rahmatullah ini kata Prabu Brawijaya.

2. Ketanah Jawa

Maka pada suatu ketika diberangkatkanlah utusan dari Majapahit ke negeri Cempa untuk meminta Sayyid Ali Rahmatullah berkenan datang ke Majapahit. Kedatangan utusan tersebut disambut gembira oleh Raja Cempa, dan Raja Cempa bersedia mengirim cucunya ke Majapahit untuk meluaskan pengalaman.

Keberangkatan Sayyid Ali Rahmatullah ke tanah Jawa tentunya tak sendirian. Ia ditemani oleh ayah dan juga kakaknya. Sebagaimana disebutkan diatas, ayah Sayyid Ali Rahmatullah adalah Syekh Maulana Ibrahim Asmarakandi dan kakaknya bernama Sayyid Ali Murtadho. Diduga tidak langsung ke Majapahit, melainkan terlebih dahulu ke daerah Tuban. Di Tuban tepatnya di desa Gesikharjo, Syekh Maulana Ibrahim Asmarakandi jatuh sakit dan meninggak dunia, pada akhirnya beliau dimakamkan di desa tersebut yang masih termasuk kecamatan Palang Kabupaten Tuban.

Sayyid Murtadho kemudian meneruskan perjalanannya, beliau berdakwah keliling daerah Nusa Tenggara, Madura dan sampai ke Bima. Disana beliau mendapatkan sebutan raja Pandita Bima, dan akhirnya berdakwah di Gresik mendapat sebutan Raden Santri, beliau wafat dan dimakamkan di Gresik, Sayyid Ali Rahmatullah meneruskan perjalanan ke Majapahit menghadap Prabu Brawijaya sesuai permintaan Ratu Dwarawati.

Kapal layar yang ditumpanginya mendarat dipelabuhan Canggu. Kedatangannya langsung disambut dengan suka cita oleh Prabu Brawijaya. Ratu Dwarawati bibinya sendiri memeluknya erat-erat seolah-olah sedang memeluk kakak perempuannya yang di negeri Cempa. Sebab wajah Sayyid Ali Rahmatullah memang sangat mirip dengan kakak perempuannya.

Nanda Rahmatullah, bersediakah engkau memberikan pelajaran atau mendidik kaum bangsawan dan rakyat Majapahit agar memiliki budi pekerti mulia!! Tanya sang Prabu kepada Sayyid Ali Rahmatullah sesudah beristirahat melepas lelah. Dengan sikapnya yang sopan santun tutur kata yang halus Sayyid Ali Rahmatullah menjawab. Dengan senang hati Gusti Prabu, saya akan berusaha sekuat-kuatnya untuk mencurahkan kemampuan saya mendidik mereka.

Bagus! Sahut sang Prabu. “Bila demikian kau akan kuberi hadiah sebidang tanah berikut bangunannya di Surabaya. Disanalah kau akan mendidik para bangsawan dan pangeran Majapahit agar berbudi pekerti mulia.”

“Terima kasih saya haturkan Gusti Prabu”, Jawab Sayyid Ali Rahmatullah. Disebutkan dalam literatur bahwa selanjutnya Sayyid Ali Rahmatullah menetap beberapa hari di istana Majapahit dan dijodohkan dengan salah satu puteri Majapahit yang bernama Dewi Candrowati atau juga disebut Nyai Ageng Manila. Dengan demikian Sayyid Ali Rahmtullah adalah salah seorang Pangeran Majapahit, sebab beliau adalah menantu Raja Majapahit.

Sejak Sayyid Ali Rahmatullah dijadikan menantu Raja Brawijaya maka beliau tentu saja menjadi salah satu anggota keluarga kerajaan Majapahit atau salah seorang pangeran, para pangeran pada jaman dahulu ditandai dengan nama depan Rahadian atau Raden yang berati Tuanku. Selanjutnya beliau lebih dikenal dengan sebutan Raden Rahmat.

3. Ampeldenta

Selanjutnya, pada hari yang telah ditentukan berangkatlah rombongan Raden Rahmat ke sebuah daerah di Surabaya yang kemudian disebut dengan Ampeldenta.

Rombongan tersebut melalui desa Krian, Wonokromo terus memasuki Kembangkuning. Selama dalam perjalanan beliau juga berdakwah kepada penduduk setempat yang dilaluinya. Dakwah yang pertama kali dilakukannya cukup unik. Beliau membuat kerajinan berbentuk kipas yang berbahan dari akar tumbuh-tumbuhan tertentu dan anyaman rotan. Kipas-kipas tersebut dibagikan kepada penduduk setempat secara gratis. Para penduduk hanya cukup menukarkannya dengan kalimah syahadat.

Penduduk yang menerima kipas tersebut merasa sangat senang. Terlebih setelah mereka mengetahui kipas itu bukan sembarang kipas, akar yang dianyam bersama rotan itu ternyata berdaya penyembuh bagi mereka yang terkena penyakit batuk dan demam. Dengan cara seperti itu semakin banyak orang yang berdatangan kepada Raden Rahmat. Pada saat demikianlah beliau memperkenalkan keindahan agama Islam sesuai tingkat pemahaman mereka.

Cara itu terus dilakukan sehingga rombongan memasuki desa kembang kuning. Pada saat itu kawasan desa kembang kuning belum seluas sekarang ini tentunya. Disana sini masih banyak hutan dan juga digenangi air atau rawa-rawa. Dengan karomahnya Raden Rahmat bersama rombongan membuka hutan kemudian mendirikan tempat sembahyang sederhana atau langgar. Tempat sembahyang itu sekarang dirubah menjadi mesjid yang cukup besar dan bagus dinamakan sesuai dengan nama Raden Rahmat yaitu Mesjid Rahmat Kembang Kuning.

Ditempat itu pula Raden Rahmat bertemu sekaligus berkenalan dengan dua tokoh masyarakat yaitu Ki Wiryo Sarojo dan Ki Bang Kuning. Kedua tokoh masyarakat itu bersama keluarganya masuk Islam dan menjadi pengikut setia Raden Rahmat.

Dengan adanya kedua tokoh masyarakat itu maka semakin mudah bagi Raden Rahmat untuk mengadakan pendekatan kepada masyarakat sekitarnya. Terutama kepada masyarakat yang masih kuat memegang teguh adat kepercayaan lama. Beliau tak langsung melarang mereka, melainkan memberikan pengertian sedikit demi sedikit mengenai pentingnya ajaran ketauhidan. Kalau mereka sudah mengenal tauhid atau keimanan kepada Tuhan Pencipta Alam, maka secara otomatis mereka akan meninggalkan sendiri kepecayaan lama yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Setelah sampai ditempat tujuan, pertama kali yang dijalankannya yaitu membangun mesjid sebagai pusat kegiatan ibadah. Ini meneladani apa yang dilakukan Nabi Muhammad SAW saat pertama kali sampai di Madinah.

Dan karena menetap di desa Ampeldenta, menjadi penguasa daerah tersebut maka kemudian beliau dikenal sebagai Sunan Ampel. Sunan berasal dari kata Susuhunan yang artinya yang dijunjung tinggi atau panutan masyarakat setempat. Ada juga yang mengatakan Sunan berasal dari kata Suhu Nan artinya Guru Besar atau orang yang berilmu tinggi.

Selanjutnya beliau mendirikan pesantren yaitu tempat mendidik putra bangsawan dan pangeran Majapahit serta siapa saja yang mau datang berguru kepada beliau.

4. Ajarannya yang terkenal

Hasil didikan mereka yang terkenal adalah falsafah Moh Limo atau tidak mau melakukan lima hal tercela yaitu :

1. Moh Main atau tidak mau berjudi
2. Moh Ngombe atau tidak mau minum arak atau bermabuk-mabukan
3. Moh Maling atau tidak mau mencuri
4. Moh Madat atau tidak mau mengisap candu, ganja dan lain-lain.
5. Moh Madon atau tidak mau berzinah/main perempuan yang bukan isterinya.

Prabu Brawijaya sangat senang atas hasil didikan Raden Rahmat. Raja menganggap agama Islam itu adalah ajaran budi pekerti yang mulia, maka ketika Raden Rahmat kemudian mengumumkan ajarannya adalah agama Islam maka Prabu Brawijaya tidak marah, hanya saja sewaktu dia diajak untuk masuk agama Islam ia tidak mau. Ia ingin menjadi raja Budha yang terakhir di Majapahit.

Raden Rahmat diperbolehkan menyiarkan agama Islam di wilayah Surabaya bahkan diseluruh wilayah Majapahit, dengan catatan bahwa rakyat tidak boleh dipaksa, Raden Rahmat pun memberi penjelasan bahwa tak ada paksaan dalam beragama.

5. Sesepuh Wali Songo


Setelah Syekh Maulana Malik Ibrahim wafat, maka Sunan Ampel diangkat sebagai sesepuh Wali Songo, sebagai Mufti atau pemimpin agama Islam se-Tanah Jawa. Beberapa murid dan putera Sunan Ampel sendiri menjadi anggota Wali Songo, mereka adalah Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajad, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kota atau Raden Patah, Sunan Kudus dan Sunan Gunung Jati.

Raden Patah atau Sunan Kota memang pernah menjadi anggota Wali Songo menggantikan kedudukan salah seorang wali yang meninggal dunia. Dengan diangkatnya Sunan Ampel sebagai sesepuh maka para wali lain tunduk patuh kepada kata-katanya. Termasuk fatwa beliau dalam memutuskan peperangan dengan pihak Majapahit.

Para wali yang lebih muda mengusulkan agar tahta Majapahit direbut dalam tempo secepat-cepatnya. Akan tetapi Sunan Ampel berpendapat bahwa masalah tahta Majapahit tak perlu diserang secara langsung, sebab kerajaan besar itu sesungguhnya sudah keropos dari dalam, tak usah diserang oleh Demak Bintoro sebenarnya Majapahit akan segera runtuh. Para wali yang lebih muda menganggap Sunan Ampel terlalu lamban dalam memberikan nasehat kepada Raden Patah.

“Mengapa Ramanda berpendapat demikian?” tanya Raden Patah yang juga adalah menantunya sendiri. “Krena aku tidak ingin di kemudian hari ada orang menuduh Raja Demak Bintoro yang masih putera Raja Majapahit Prabu Kertabumi telah berlaku durhaka, yaitu berani menyerang ayahandanya sendiri”. Jawab Sunan Ampel dengan tenang.

“Lalu apa yang harus saya lakukan?”

“Kau harus sabar menunggu sembari menyusun kekuatan”, ujar Sunan Ampel. “Tak lama lagi Majapahit akan runtuh dari dalam, diserang Adipati lain. Pada saat itulah kau berhak merebut hak warismu selaku putera Prabu Kertabumi”.

“Majapahit diserang adipati lain? Apakah saya tidak berkwajiban membelanya?”

“Inilah ketentuan Tuhan”,sahut Sunan Ampel. Waktu kejadiannya masih dirahasiakan. Aku sendiri tak tahu persis kapankah persitiwa itu akan berlangsung. Yang jelas bukan anda adipati yang menyerang Majapahit itu. Sunan Ampel adalah penasehat Politik Demak Bintoro sekaligus merangkap Pemimpin Wali Songo atau Mufti Agama se-Tanah Jawa. Maka fatwa nya dipatuhi semua orang.

Kekhawatiran Sunan Ampel pun terbukti. Dikemudian hari ternyata orang-orang pembenci Islam memutar balikkan fakta sejarah, mereka menuliskan bahwa Majapahit jatuh diserang oleh kerajaan Demak Bintoro yang rajanya adalah putera raja Majaphit sendiri. Dengan demikian Raden Patah dianggap sebagai anak durhaka. Ini dapat anda lihat didalam serat darmo gandul maupun sejarah yang ditulis sarjana kristen pembenci Islam.

Raden Patah dan para wali lainnya akhirnya tunduk patuh pada fatwa Sunan Ampel. Tibalah saatnya Sunan Ampel Wafat pada tahun 1478 M. Sunan Kalijaga diangkat sebagai penasehat bagian politik Demak, Sunan Giri diangkat sebagai pengganti Sunan Ampel sebagai Mufti, pemimpin para wali dan pemimpin agama se-Tanah Jawa. Sesudah Sunan Giri diangkat sebagai Mufti sikapnya terhadap Majapahit sekarang berubah. Ia mneyetujui aliran tuban untuk memberi fatwa kepada Raden Patah agar menyerang Majapahit.

Mengapa Sunan Giri bersikap demikian?

Sebab pada tahun 1478 kerjaan Majapahit diserang oleh Prabu Rana Wijaya atau Girindrawardhana dari kadipaten kediri atau keling. Dengan demikian sudah tepatlah kalau saja Sunan Giri meneyetujui penyerangan Demak atas Majapahit. Sebab pewaris sah tahta kerajaan Majapahit yaitu Raden Patah selaku putera Raja Majapahit yang terakhir.

Demak kemudian bersiap-siap menyusun kekuatan. Akan tetapi belum lagi serangan dilancarkan. Prabu Wijaya keburu tewas sebab diserang oleh Prabu Udara pada tahun 1498.

Pada tahun 1512, Prabu Udara selaku Raja Majapahit merasa terancam kedudukannya sebab melihat kedudukan Demak yang didukung Giri Kedaton semakin kuat dan juga sangat mapan. Prabu udara kuatir kalau terjadi peperangan akan menderita kekalahan, maka dia minta bekerjasama dan juga minta bantuan Portugis di Malaka. Padahal putera mahkota Demak yaitu Pati Unus pada tahun 1511 pernah menyerang Protugis.

Sejarah sudah mencatat bahwa Prabu Udara telah mengirim utusan ke Malaka untu menemui Alfinso d’Albuquerque untuk menyerahkan hadiah berupa 20 genta (gamelan), sepotong kain panjang bernama “Beirami” tenunan kambayat, 13 batang lembing yang ujungnya berbesi dan sebagainya. Maka tak salah kalau pada tahun 1517 Demak menyerang Prabu Udara yang merampas tahta majapahit secara sah.
Dengan demikian maka jatuhlah Majapahit ke tangan Demak. Seandainya Demak tak segera menyerang Majapahit tentunya bangsa Portugis akan menjajah Tanah Jawa jauh lebih cepat daripada Bangsa Belanda. Setelah Majapahit jatuh, pusaka kerajaan diboyong ke Demak Bintoro. Termasuk mahkota rajanya. Kemudian Raden Patah diangkat sebagai raja Demak yang pertama.

Sunan Ampel juga ikut serta dalam mendirikan Mesjid Agung Demak yang didirikan pada tahun 1477 M. Salah satu diantara empat tiang utama mesjid Demak sampai sekarang masih diberi nama sesuai dengan yang membuatnya yaitu Sunan Ampel.


Beliau juga yang pertama kali menciptakan huruf pegon atau tulisan arab berbunyi bahasa Jawa. Dengan huruf pegin tersebut beliau bisa menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada para muridnya. Hingga sekarang huruf pegon tetap digunakan sebagai bahan pelajaran agama Islam dikalangan pesantren.

6. Penyelamat Aqidah

Sikap Sunan Ampel terhadap adat istiadat lama sangat berhati-hati, hal tersebut didukung oleh Sunan Giri dan juga Sunan Drajad. Seperti yang pernah terungkap dalam permusyawaratan para wali di mesjid Agung Demak. Pada waktu itu Sunan Kalijaga Mengusulkan agar adat istiadat Jawa seperti selamatan, bersaji, kesenian wayang dan juga gamelan dimasuki rasa keislaman. Mendengar pendapat Sunan Kalijaga tersebut bertanyalah Sunan Ampel. “Apakah tak mengkhawatirkan dikemudian hari bahwa adat istiadat dan upacara lama itu nanti dianggap sebagai ajaran yang berasal dari agama Islam, jika hal tersebut dibiarkan nantinya akan menjadi bid’ah?”

Dalam musyawarah itu Sunan Kudus menjawab pertanyaan Sunan Ampel, “Saya setuju dengan pendapat Sunan Kalijaga, bahwa adat istiadat lama yang masih dapat diarahkan kepada ajaran Tauhid kita akan memberinya warna Islami. Sedang adat dan juga kepercayaan lama yang jelas-jelas menjurus kearah kemusyrikan kita pangkas secara tuntas. Sebagai misal, gamelan dan wayang kulit kita dapat memberinya warna Islam sesuai dengan selera masyarakat. Adapun tentang kekhawatiran kanjeng Sunan Ampel, saya memiliki keyakinan bahwa dibelakang hari akan ada orang yang menyempurnakannya.

Adanya dua pendapat yang seakan bertentangan tersebut sebenarnya mengandung hikmah. Pendapat Sunan Kalijaga dan juga Sunan Kudus ada benarnya yaitu supaya agama Islam cepat diterima oleh orang jawa, dan hal tersebut terbukti, dikarekan dua wali tersebut pandai mengawinkan adat istiadat lama yang masih bisa ditolerir Islam maka penduduk jawa banyak yang berbondong-bondong masuk agama Islam.

Sebaliknya, adanya pendapat Sunan Ampel yang menginginkan Islam harus disiarkan dengan murni dan juga konsekuen juga mengandung hikmah kebenaran yang hakiki, sehingga menjadikan umat semakin berhati-hati menjalankan syariat agama secara benar dan juga bersih dari segala macam bid’ah. Inilah jasa Sunan Ampel yang sangat besar, dengan peringatan inilah beliau sudah menyelamatkan aqidah umat agar tak tergelincir kelembah kemusyrikan. Sunan Ampel wafat pada tahun 1478 M, beliau dimakamkan di sebelah Barat Mesjid Ampel.

7. Murid-murid Sunan Ampel

Sebagaimana sudah disebutkan dimuka murid-murid Sunan Ampel itu banyak sekali, baik dari kalangan bangsawan dan juga para pangeran Majapahit ataupun dari kalangan rakyat jelata. Bahkan beberapa anggota Wali Songo adalah murid-murid beliau sendiri.

Kali ini kami ulas mengenai kisah dua orang murid Sunan Ampel yang makamnya tak jauh dari lokasi Sunan Ampel dimakamkan yaitu :

Kisah Mbah Soleh
 
Mbah Soleh ialah salah satu dari sekian banyak murid Sunan Ampel yang memiliki karomah atau keistimewaan yang sangat luar biasa.

Adalah sebuah keajaiban yang tak ada duanya, ada seorang manusia dikubur sampai sembilan kali. Ini bukan cerita hispan jempol melainkan ada buktinya. Disebelah timur mesjid Agung Sunan Ampel ada sembilan kuburan. Itu bukan kuburan sembilan orang akan tetapi hanya kuburan satu orang yaitu murid Sunan Ampel yang bernama Mbah Soleh.

Kisahnya demikian, Mbah Soleh ialah seorang tukang sapu mesjid Ampel dimasa hidupnya Sunan Ampel. Kalau menyapu lantai sangatlah bersih sekali sehingga orang yang sujud di mesjid tanpa sajadah tidak merasa ada debunya.

Ketika Mbah Soleh wafat beliau dikubur didepan mesjid. Ternyata tak ada santri yang sanggup mengerjakan pekerjaan Mbah Soleh yaitu menyapu lantai mesjid dengan bersih sekali. Maka sejak wafatnya Mbah Soleh mesjid itu lantainya tak sebersih jaman mbah Soleh. Kemudian terucaplah kata-kata dari Sunan Ampel, kalau Mbah Soleh masih hidup tentulah mesjid ini menjadi bersih.

Mendadak Mbah Soleh ada dipengimaman mesjid sedang menyapu lantai. Seluruh lantaipun seketika menjadi bersih lagi. Orang-orang pada terheran melihat Mbah Soleh hidup lagi.

Beberapa bulan kemudian Mbah Soleh wafat lagi dan dikubur disamping kuburannya yang dulu. Mesjid menjadi kotor lagi, lalu terucap lagi kata-kata Sunan Ampel seperti dulu. Mbah Soleh pun hidup lagi. Hal demikian berlangsung beberapa kali sehingga kuburannya ada delapan. Pada saat kuburan Mbah Soleh ada delapan Sunan Ampel meninggalkan dunia. Beberapa bulan kemudian Mbah Soleh meninggal dunia sehingga kuburan Mbah Soleh ada sembilan. Kuburan yang terakhir berada di ujung sebelah timur.

Kisah Mbah Sonhaji

Mbah Sonhaji sering disebut Mbah Bolong. Apa pasalnya? Ini bukan gelar kosong atau sekedar olok-olokan. Beliau adalah salah seorang murid Sunan Ampel yang memiliki karomah yang sangat luar biasa.

Kisahnya demikian, pada waktu pembangunan mesjid Agung Ampel Mbah Sonhaji lah yang ditugasi mengatur tata letak pengimamannya. Mbah Sonhaji bekerja dengan tekun dan juga penuh perhitungan, jangan sampai letak pengimaman mesjid tak menghadap kearah kiblat. Akan tetapi setelah pembangunan pengimaman itu jadi banyak orang yang meragukan keakuratannya.

Apa betul letak pengimaman mesjid tersebut sudah menghadap ke kiblat dengat tepat? Demikian tanya orang meragukan pekerjaan Mbah Sonhaji.

Mbah Sonhaji tidak menjawab, melainkan beliau langsung melubangi dinding pengimaman sebelah barat lalu berkata, lihatlah kedalam lubang ini, saudara akan tahu apakah pengimaman tersebut sudah menghadap kiblat atau belum?.

Orang-orang itu segera melihat kedalam lubang yang dibuat oleh Mbah Sonhaji. Ternyata didalam lubang itu mereka bisa melihat Ka’bah yang berada di Mekah. Orang-orang ada melongo, terkejut, kagum dan akhirnya tidak seorangpun yang berani meremehkan Mbah Sonhaji lagi. Dan sejak itu mereka bersikap hormat kepada Mbah Sonhaji dan mereka memberinya julukan Mbah Bolong.
 
Terimakasih Saudara telah berkunjung di blog kami yang menjelaskan mengenai  Lokasi Ziarah Makam Kangjeng Sunan Ampel semoga bermanfaat,Slamat mengunjungi tempat wisata religi.