Kisah Masjid Terapung Laut Merah

Kisah Masjid Terapung Laut Merah - Masjid Terapung Laut Merah boleh jadi adalah masjid yang paling populer di Kota Jeddah, Arab Saudi. Bagi jemaah haji Indonesia, nama Masjid Terapung Laut Merah seolah sudah melekat dalam daftar kunjungan yang disiapkan oleh para penyelenggara ibadah haji dan umrah Tanah Air.


Masjid Terapung Laut Merah

Meski sudah ada imbauan dari Pemerintah Arab Saudi agar jemaah tidak berkunjung ke Jeddah karena bukan kota perhajian, namun tetap saja jemaah haji dari berbagai negara berkunjung ke Masjid Terapung ini.

Seperti akhir pekan lalu, jemaah haji Indonesia berjubel di halaman Masjid Terapung Laut Merah yang tepat berada di bibir pantai. Rata-rata jemaah Indonesia penasaran dengan Masjid Terapung ini.

"Awalnya penasaran dengan Masjid Terapung. Tapi setelah sampai di sini, ya biasa saja. Lebih indah Indonesia," kata Lasiyanto, jemaah haji kelompok terbang (kloter) 29 Solo (SOC), kepada wartawan Liputan6.com Wawan Isab Rubiyanti di Jeddah, Arab Saudi, Rabu 7 Oktober 2015 waktu setempat.

Eko Sigit Purwanto, jemaah haji dari Tulungagung, Jawa Timur juga mengaku awalnya penasaran dengan masjid tersebut. Namun setelah melihat, kesannya pun berubah.

"Tadi bayangan kita mau ziarah ke Laut Merah dan Masjid Terapung. Bayangan kita para jemaah, masjidnya terapung di Laut Merah, tapi ternyata tidak. Di bawahnya ada beton yang menahan. Ya kecewa ndak kecewa karena sudah sampai di sini," ujar Eko.

Sementara Wuryati mengaku memiliki kesan berbeda. "Menurut saya indah ya, menyenangkan. Sekaligus penasaran dengan Masjid Terapung," tutur Wuryati yang tinggal di Prambanan, Yogyakarta.

Rombongan jemaah haji asal Kabupaten Sleman ini mengaku dikoordinir oleh Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) untuk pergi ziarah ke Jeddah. Setiap jemaah ditarik biaya 50 riyal atau sekitar Rp 190.000. "Kami berangkat sewa bus dan dapat makan siang. Semua sudah diatur oleh KBIH," jelas Wuryati.

Masjid Terapung Laut Merah sendiri awalnya bernama Masjid Fatimah. Namun nama Fatimah disebutkan tidak ada kaitannya dengan putri Rasulullah SAW, Fatimah Az-Zahra, ataupun sejarah Islam. Nama Fatimah yang dimaksud adalah nama ibunda dari pembangun masjid ini.

Belakangan, masyarakat luas mengaitkan nama masjid tersebut dengan Fatimah Az-Zahra, putri Rasulullah. Keberadaan masjid ini pun seolah ada kaitannya dengan putri nabi dan sejarah Islam.

Untuk mencegah salah penafsiran, ditambah dengan kenyataan bahwa masjid ini telah menjadi salah satu tujuan favorit jemaah dari Asia, termasuk Indonesia dan terutama Iran, serta untuk meluruskan informasi, maka pada Desember 2010, Pemerintah Kota Jeddah mengubah nama masjid ini menjadi Masjid Ar-Rahmah.

Masjid Terapung Ar-Rahmah Laut Merah ini berada di kawasan Kurnis di Jalan Corniche, kompleks Al Shati, yang merupakan salah satu kawasan yang di tata begitu indah dan sangat menawan.

Masjid Ar-Rahmah ini bukanlah satu satunya masjid yang ada di kawasan Kurnis kota Jeddah. Tapi ada beberapa masjid lainnya yang berukuran lebih kecil, dibangun di sepanjang pantai sebagai fasilitas keagamaan bagi Muslim yang sedang berada di kawasan tersebut.

Di antara masjid-masjid tersebut adalah Island Mosque atau Masjid Pulau, Masjid Ruwais, dan Masjid Kurnis yang semuanya berhasil mendapatkan penghargaan dari Aga Khan Award of Architecture.

Pemerintah Arab Saudi telah menyulap kawasan pantai kota Jeddah yang menghadap Laut Merah, menjadi sebuah kawasan kota baru yang terkenal dengan sebutan Jeddah Cornice. Wajar bila kemudian Kota Jeddah pun mendapat julukan sebagai "pengantin perempuannya laut merah". Sejak masa ke khalifahan, Kota Jeddah pun sudah mendapat julukan sebagai "Kota di Tengah Pasar".

Kata Kurnis atau Corniche berasal dari bahasa Prancis route à corniche. Artinya, ruas jalanan di tepian terjal. Namun, kata corniche itu kemudian bergeser makna menjadi sebuah kawasan terbuka yang luas di tepian badan air. Ada banyak tempat seperti ini yang terkenal di antaranya Corniche of Beirut di Lebanon, Corniche of Alexandria di Mesir, dan tentu saja Corniche of Jeddah ini.

Kota Jeddah sendiri sudah berdiri sejak sebelum Islam, namun titik awal perkembangan pesat kota ini terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Usman Bin Affan, khalifah ketiga dari jajaran Khulafaur Rasyidin.

Di tahun ke-26 Hijriah atau bertepatan dengan tahun 647 Masehi, beliau yang pertama kali menjadikan kota Jeddah sebagai kota pelabuhan laut internasional bagi jemaah haji yang yang datang dari seluruh penjuru dunia. Khalifah Usman juga yang menjadikan Jeddah sebagai gerbang utama bagi para calon haji untuk menuju ke Mekah dan Madinah. Karena itu, Kota Jeddah juga mendapatkan julukan sebagai "Pintu Gerbang Dua Tanah Haram".

Kota Jeddah juga sangat terkenal sebagai tempat peristirahatan terakhir ibu semua manusia, Siti Hawa, istri Nabi Adam AS. Karenanya Jeddah seringkali diartikan sebagai 'nenek' dalam kaitannya dengan sejarah tersebut.

Makam Siti Hawa berada di kawasan pemakaman kuno di pusat kota Jeddah. Makam ini dikenal sebagai Moqbara Umna Hawwa (makamnya bunda Hawa). Banyak aturan yang harus dipatuhi saat berziarah ke makam ini. Di antaranya dilarang membawa kamera, video, dan alat perekam lainnya. Dan wanita dilarang masuk ke areal pemakaman tersebut.

Jemaah haji Indonesia melihat Masjid Terapung Ar-Rahmah Laut Merah di Jeddah, Arab Saudi.

Masjid Terapung Ar-Rahmah yang berukuran sekitar 20 x 30 meter ini memang cukup menarik untuk dikunjungi. Bagian dalamnya dihias dengan banyak tulisan kaligrafi. Bukan hanya Masjid Terapung yang bisa dinikmati, air Laut Merah pun menjadi objek favorit jemaah.

Bangunan masjidnya menggabungkan arsitektur modern dan seni bangunan Islam kuno.

Masjid ini memiliki ruang salat yang luas dengan dekorasi sangat indah. Dilengkapi peralatan berteknologi terbaru terutama dalam hal sound system. Selama musim dingin, disediakan keran-keran air hangat.

Dekorasi interior yang fantastik, gaya arsitektur dan pencahayaan atap yang sempurna, memberikan kenyamanan tersendiri bagi pengunjung masjid ini. Saat subuh, masjid terlihat mengagumkan, sinar matahari yang masih sangat redup menjadi latar bagi masjid dengan lampu-lampu yang terlihat berkilauan. Sementara, posisinya yang tepat di pantai Laut Merah membuat atmosfir Masjid Terapung terasa menyenangkan di malam hari.

Boleh jadi masjid ini satu-satunya masjid di dunia yang pengurusnya harus memasang larangan salat berjamaah lebih dari satu kelompok, menggunakan pengumuman permanen yang dipasang di dalam masjid.

Mungkin karena jemaah haji dan umroh yang datang ke Arab Saudi datang berkelompok-kelompok sesuai agen perjalanannya, sehingga masing-masing mereka melaksanakan salat berjamaah di dalam masjid dengan kelompoknya masing-masing.

Berbagai sumber tulisan menyebutkan, masjid ini dibangun oleh seorang janda kaya Kota Jeddah. Namun sama sekali tak menyebut siapa namanya, kapan dibangunnya dan berapa biaya yang dihabiskan untuk proyek pembangunannya. Satu hal yang pasti, pembangunan masjid ini telah menjadi inspirasi banyak negara untuk membangun masjid serupa.

Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa masjid terapung yang dibangun. Di antaranya Masjid Munawaroh di Ternate, Masjid Terapung Kota Palu, dan Masjid Terapung Kota Makasar.

Belum lagi yang masih dalam tahap pembangunan seperti Masjid terapung Al-Alam di Teluk Kendari, Sulawesi Tenggara dan Masjid Terapung Banten (MTB) yang baru saja dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Banten. Satu dekade belakangan ini, pembangunan masjid terapung seakan menjadi trend baru di berbagai negara Islam. (Sun/Tnt) Sumber:Liputan6.com/Wawan Isab Rubiyanto.